Bahan Sermon PJJ 13-20 Agustus 2023

OGEN : GALATIA 5:13-15

TEMA : KELENG ATE MPETURAH PERDAMEN (Kasih menumbuhkan perdamaian)

(Hut RI pe-78 ken & Wari Perdamen Internasional)

“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.” GALATIA 5:13-15

Dalam minggu ini kita akan memasuki hari Kemerdekaan RI tentu euforia HUT sudah ada di sekitar kita.

Dalam hal ini kita juga merasakan dan menghidupi kemerdekaan negara kita. Namun banyak juga mengartikan merdeka berarti bebas melakukan apapun. Kita hidup di tengah sebuah zaman yang sangat mengagungkan kebebasan. Orang merasa berhak untuk berkata apa saja di mana saja tentang siapa saja. Orang merasa berhak melakukan apa saja tanpa peduli dengan omongan siapa saja. Semboyan “yang penting tidak mengganggu orang lain”

Apakah itu yang disebut “kebebasan yang sebenarnya”? Teks hari ini menjelaskan bahwa kebebasan bukan ketidakpedulian. Sebaliknya, kebebasan mengarahkan kita pada kebaikan. Bukan berbuat apa saja demi kenyamanan diri sendiri, tetapi berbuat apa saja demi kebaikan bersama.

 Kemerdekaan di dalam Kristus (ayat 13a)

Paulus memang sedang mengontraskan jemaat Galatia dengan para pemberita Injil palsu yang mengacaukan jemaat di sana (5:10-12). Para pengajar sesat ini hendak mengajarkan Injil yang lain (1:6-9). Mereka berasal dari kalangan Yahudi yang mencoba mengajak sebagian jemaat kembali kepada keyakinan yang lama, yaitu kebenaran di hadapan Allah melalui sunat dan Hukum Taurat (3:1-2; 5:2-3). Pendeknya, mereka ingin mengajak jemaat kembali pada legalisme Yahudi.

Untuk itu Paulus menegaskan tentang kemerdekaan yang dimilik jemaat di dalam Kristus (5:13a). Mereka yang dibenarkan di dalam Kristus melalui iman adalah orang-orang yang merdeka. Bukan harus menjalankan sunat dan Taurat menjadi benar

Kembali kepada legalisme merupakan sebuah kebodohan (3:1-3). Jika ingin dibenarkan karena ketaatan pada Hukum Taurat, seseorang harus terus-menerus “melakukan seluruh Hukum Taurat” (5:3b). Kegagalan sedikit saja akan membawa pada murka Allah (3:10 “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat”).

Kegagalan menaati seluruh tuntutan Taurat ini diselesaikan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Allah mengutus Anak-Nya sebagai manusia yang takluk kepada Hukum Taurat supaya Anak-Nya itu memenuhi semua tuntutan Taurat (4:4). Kebenaran Kristus diperhitungkan menjadi kebenaran kita. Kristus diutus untuk menebus mereka yang takluk kepada Taurat supaya kita menjadi anak-anak (4:5). Status kita berubah dari hamba dosa menjadi anak-anak Allah (4:7).

 Kebenaran di dalam Kristus adalah fakta. Kristus melakukan segalanya bagi kita. Berdasarkan karya Kristus itulah Allah menerima kita apa adanya. Dosa-dosa kita tidak menghalangi Allah untuk mengangkat kita sebagai anak-anak-Nya. Walaupun demikian, dosa-dosa kita bukan diabaikan, tetapi dibereskan. Allah tidak menutup mata terhadap dosa, tetapi Dia melihat pada karya penebusan Kristus yang sempurna.

Karya Kristus yang agung ini jelas tidak boleh dianggap biasa. Kita tidak melakukan apa-apa untuk diselamatkan, tetapi hal itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu melakukan apa-apa setelah diselamatkan. Paulus mengajak kita untuk memberikan respons yang tepat terhadap karya Kristus. Paulus memberikan larangan (ayat 13b), nasihat (ayat 13c-14), dan peringatan (ayat 15).

Pertama, larangan untuk membuka kesempatan bagi dosa (ayat 13b). Kita dibebaskan dari dosa, bukan hidup  untuk dosa. Kita bebas untuk tidak melakuan tindakan dosa

Kedua, nasihat untuk melayani sesama (ayat 13c-14). Tidak cukup bagi orang Kristen untuk sekadar menjauhi dosa. Kita juga diperintahkan untuk melakukan sesuatu kepada sesama. Kebebasan bukan alasan untuk mengabaikan penilaian dan perasaan banyak orang, melainkan kesempatan untuk menebar kebaikan.Paulus menasihati kita untuk melayani sesama. Pemunculan kata “melayani” (douleuō)

Ketiga, peringatan terhadap kerusakan fatal (ayat 15). Sebagian jemaat Galatia tidak bisa hidup damai dengan sesamanya. Mereka gila hormat, suka menantang, dan saling mendengki (5:26). Mereka juga merasa diri lebih baik daripada orang lain (6:3-4, 12). Perbuatan-perbuatan daging tampak nyata dalam kehidupan mereka (5:20-21 “…perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian…”). Mereka bukan hanya gagal menggunakan kebebasan sebagai sarana melayani sesama, tetapi malah menggunakannya sebagai senjata melukai sesama. Mereka bukan hanya gagal mengasihi sesama, tetapi malah membenci sesama.

Paulus memberikan kecaman keras di sini: “Awaslah, supaya kamu jangan saling membinasakan” (5:15b). Kata “membinasakan” adalah api yang menghanguskan semua yang bertengkar. Tidak ada pemenang.

Kristus sudah memberikan teladan, kebebasan, dan kekuatan dalam melayani sesama. Apa yang tidak mungkin kita lakukan telah Dia lakukan bagi kita. Kita dibebaskan dari kuasa dosa dan kutukan Taurat. Apa yang Dia lakukan juga pada gilirannya memampukan kita untuk menaati  Firman Tuhan. Kita yang sudah dikasihi oleh Kristus, Yesus yang disalib ini adalah dasar kita melakukan kasih kepada sesama dan Roh Kudus akan  terus memampukan dan memberikan kekuatan bagi kita peduli/ empati kepada sesama. Merdeka berarti mampu membawa kasih dan perdamaian dimanapun kita berada.  Apa Respons Kita?

Pdt. Rosliana br Sinulingga