PA PERMATA 22 April 2021

Berseru Kala Sesak

(Pemahaman Ibadah di Tengah-tengah Bencana)

2 Tawarikh 20: 9

20:9 Bila sesuatu malapetaka menimpa kami, yakni pedang, penghukuman, penyakit sampar atau kelaparan, kami akan berdiri di muka rumah ini, di hadapan-Mu, karena nama-Mu tinggal di dalam rumah ini. Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami.

20:9 maka kune ia ndatken ukumen erkiteken dosa-dosana, umpamana perang, penakit si mehantu, ntah pe kelihen si mesangat, banci ia reh dingen tedis i lebe-lebe Rumah Pertoton ras i lebe-lebeNdu enda. Banci ia ertoto man baNdu i bas paksa kesusahenna, janah nggit Kam ndengkehken ras nampati ia.

Agar PERMATA GBKP:

  1. Mengetahui bahwa Allah setia dalam semua kesesakan hidup
  2. Mampu menyerukan seluruh kesesakan hidup kepada Allah

Metode: Diskusi (Sharing)

I. PENDAHULUAN

Orang Jepang sangat suka menyantap ikan salmon segar. Bagi mereka, ikan ini memang sangat enak jika dinikmati dalam keadaan hidup. Itulah sebabnya, para nelayan Jepang yang melaut, selalu memasukkan tangkapan mereka ke dalam suatu kolam buatan, agar ikan-ikan itu tetap hidup hingga tiba di daratan.

Meskipun demikian, pada kenyataannya banyak ikan Salmon yang mati di dalam kolam buatan itu. Untuk menyiasati hal tersebut, maka para nelayan Jepang sengaja memasukkan seekor hiu kecil di dalam kolam buatan mereka. Sungguh ajaib! Cara ini ternyata berhasil membuat banyak ikan salmon bertahan hidup.

Mengapa? Tidak lain karena ikan hiu kecil tersebut memaksa ikan-ikan salmon untuk terus bergerak aktif, baik untuk menghindari ancaman musuh maupun menyelamatkan diri mereka. Demikianlah ikan hiu kecil itu membangkitkan semangat hidup dan proteksi diri pada ikan-ikan salmon.

Dalam realitas kehidupan, hadirnya pergumulan, krisis, tantangan, dan tekanan ternyata tidak selamanya membunuh bahkan menghanguskan kehidupan beberapa orang. Krisis dan tekanan, justru kadang berubah menjadi jalan mengenal diri, sesama dan Tuhan dengan lebih baik. Dalam PA hari ini, kita akan bersama – sama belajar dari narasi Yosafat di tengah kesesakannya. Maka beberapa pertanyaan akan menuntun kita dalam membahas perikop ini. Pertama, apa krisis yang dihadapi oleh Yosafat? Kedua, bagaimana cara Yosafat menghadapi krisis dan kesesakannya? Ketiga, apa pesan teologis dari narasi kesesakan Yosafat tersebut?

II. ISI

Yosafat pasca kematian Ahab – Ayat dalam 2 Tawarikh 20, sebenarnya sebuah potongan kecil dari doa Yosafat di tengah kesesakannya. Untuk mengetahui secara utuh perikop ini tidak bisa dilepaskan dari pasal 18, 19, dan 20 secara keseluruhan Pasal 1812 menceritakan relasi antara Yosafat raja Yehuda, dengan Ahab raja Israel Utara (Samaria), Relasi antara Yosafat dengan Ahab sebagai “besan,” membuat Yosafat melibatkan diri dalam urusan yang sebenarnya bukan urusannya, yaitu peperangan melawan bangsa Aram. Keterlibatan ini diperhitungkan Tuhan sebagai pelanggaran, karena Ahab adalah raja yang sangat jahat dan tidak mendengarkan suara Tuhan (19:1-3).

Setelah kematian Ahab, Yosafat mendapat tantangan baru yang bertubi-tubi, yaitu serangan dari bangsa Amon, Moab, Meunim dan dari orang orang pegunungan Seir (bdk ay. I dan 10). Dari cerita ini, tampaknya pasukan musuh sangat besar dan melampaui kekuatan Yehuda Keterangan pada ayat 11 yang berkata: kami tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini menegaskan, bahwa pasukan musuh sangat besar, dan posisi mereka sudah dekat, yaitu di Hazezon-Tamar, En Gedi sekitar 30 KM dari Yerusalem. Jumlah musuh yang besar, serta posisi mereka yang siap menyerang Yerusalem, menimbulkan ketakutan besar pada diri Yosafat dan orang Israel secara keseluruhan.

Yosafat dan teologi kerapuhan – Setelah mendapat berita bahwa musuh sudah mendekat, Yosafat menjadi takut (ay.3). Namun ada hal yang menarik dari Yosafat dalam menghadapi ketakutan dan kesesakannya. “… lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa” (ay. 3). Mulai dari ayat 3-13 menceritakan permohonan bangsa Israel secara keseluruhan yang diwakili oleh Yosafat sebagai raja. Yosafat membangkitkan kembali cerita masa lalu tentang perbuatan Allah di antara nenek moyang mereka, dan narasi keluaran dari Mesir. Tujuannya sebenarnya sederhana, untuk memperoleh kekuatan dan penghiburan bahwa Allah yang sama, yang menolong nenek moyang mereka pada masa lalu, akan menolong mereka juga pada kesesakan hari ini.

Yosafat sebagai pemimpin mengakui secara tegas di hadapan umat dan Tuhan, seluruh ketakutan dan kekhawatiran mereka atas musuh. Kalimat yang berkata, “Yosafat menjadi takut (ay. 3),” “Ya Allah kami, tidakkah Engkau akar menghukum mereka? Karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadap laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu. 12) menegaskan ketakutan dan kerapuhan Yosafat.

Yosafat secara tegas dan sadar mengakui kerapuhanarya. Berbeda dengan Ahab yang di tengah kesesakan pun tidak meminta petunjuk Tuhan. Yosafat dengan tegas mengakui bahwa ia tidak mempunyai kekuatan dalam menghadapi krisis tersebut. Namun, secara tegas ia menyatakan masih ada sebuah kekuatan dan pengharapan yaitu matanya masih tertuju kepada Tuhan. Mengakui kesesakan, adanya krisis serta ketidakmampuan adalah langkah bijak dalam menjalani hidup yang dekat dengan pergumulan dan krisis. Mata yang masih tertuju kepada Tuhan merupakan perjuangan untuk bangkit di tengah kerapuhan.

III. APLIKASI

Belajar dari Yosafat – Penderitaan, kegagalan, krisis, kemalangan, kematian dan sebagainya merupakan pergumulan manusia dari zaman ke zaman. Keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan manusia. Bagaimana cara kita menghadapi setiap kesesakan hari ini? Belajar dari Yosafat! Mengakui kerapuhan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakmampuan. Kerapuhan bukan hal yang perlu ditutupi dan disembunyikan. Karena pada dasarnya dengan membagikan ketakutan dan kekhawatiran kita kepada orang-orang terdekat, akan membuka peluang bagi kesembuhan. Yosafat mengajak seluruh umat Yehuda bersama-sama bergumul dan berpuasa. Berbagi beban dan kekhawatiran adalah langkah kecil menuju kesembuhan. Akui dan jangan tutupi setiap kekhawatiranmu, dan silahkan berbagi dengan orang yang menurutmu bisa merasakan dan mengerti kerapuhanmu.

Pada akhirnya, krisis tersebut tidak melumpuhkan semangat hidup Yosafat. Namun, mempertajam iman dan relasinya dengan Tuhan kalimat Yosafat, kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu (ay.12) merupakan harapan dan kekuatan di tengah kesesakan Pengakuan bahwa masih ada iman yang tertuju pada kemahakuasaan Tuhan adalah benih-benih kebangkitan dari krisis. Mengingat kemahakuasaan Tuhan di tengah krisis, membangkitkan cerita-cerita kemahakuasaan Allah pada masa lalu akan meneguhkan hati, memantapkan kembali iman dan perjuangan untuk melangkah menghadapi tantangan. Jangan melupakan kemahakuasaan Tuhan dalam setiap krisis. Ceritakan kembali kemahakuasan Tuhan agar menjadi kekuatan pada hari ini.

IV. DISKUSI

  1. Bagaimana cara Yosafat menghadapi ketakutan dan kekhawatirannya atas serangan musuh?
  2. Sharingkan pengalamanmu menghadapi kesesakan dan krisis hidup.

V. USULAN LAGU

  1. “Kaulah Kuatku” (Franky Sihombing)
  2. “Waktu Tuhan Pasti Yang Terbaik”
  3. “Allah Mengerti, Allah Peduli”

Pdt. Raharja Sembiring, M.Th