Jomblo Atau Menikah Itu Pilihan
Pastoral 4 (Mahanaim)
1 Korintus 7: 1 – 16
Tentang perkawinan7:1 Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin,
7:2 tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.
7:3 Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.
7:4 Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya.
7:5 Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak.
7:6 Hal ini kukatakan kepadamu sebagai kelonggaran, bukan sebagai perintah.
7:7 Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu.
7:8 Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku.
7:9 Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.
7:10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku–tidak, bukan aku, tetapi Tuhan–perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
7:11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
7:12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
7:13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
7:14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
7:15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
7:16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?
Agar PERMATA GBKP
- Mampu memaknai hakikat pernikahan dan jomblo
- Mempersiapkan diri untuk pernikahan
Metode: Menyatakan Tekad/Komitmen
I. PENDAHULUAN
Usia PERMATA GBKP adalah usia transisi dari remaja ke orangtua. Usia menjadi PERMATA GBKP adalah usia menentukan pilihan untuk menikah atau tetap menjomblo. Ada PERMATA GBKP yang sudah cukup umur, belum punya pacar, yang punya pacar belum berani menikah karena merasa belum mapan, ada yang sudah mapan belum menikah juga, siap jadi suami – istri tapi belum siap menjadi orangtua, ada juga yang takut menikah karena melihat banyak teman – temannya yang sudah menikah tapi penuh pertengkaran bahkan perceraian. Ada yang sudah semakin dewasa secara usia, terlibat aktif dalam pelayanan gereja, ingin menjomblo saja, pada saat melayani memang terasa indah menjomblo tanpa ada pacar yang menuntut diperhatikan.
Namun di saat sendirian terasa kesepian yang menyiksa batin, apalagi saat sendiri di kamar, liat status di sosmed kawan sebaya posting foto prewed, MBS atau foto pasu-pasu. Apalagi liat meme/status “Truk aja gandengan masakan kamu sendirian terus. Bahkan ada PERMATA GBKP yang pernah berdoa “Tuhan, aku harus kawin tahun ini, kalau tahun ini juga aku tidak kawin, lebih baik cabut saja nyawaku ini. Bagaimanakah sebaiknya? Mana yang lebih baik? Menikah atau Menjomblo? itu yang menjadi pembahasan kita PA minggu ini.
II. ISI
Kitab 1 Korintus adalah surat penggembalaan Rasul Paulus dalam menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam jemaat Kristen di Kota Korintus. Beberapa masalah diantaranya yaitu soal perpecahan dalam jemaat, dosa perzinahan dan penyembahan berhala, makananan yang dijual orang yang bukan Kristen, kebangkitan dari kematian, dan dalam nats bacaan kita hari ini yaitu tentang menikah atau tidak menikah. “Adalah baik jika seorang laki-laki kalau tidak kawin, tapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan perempuan mempunyai suaminya sendiri (ayat 1-2)”. Kata laki-laki dan perempuan yang dipakai disini berbentuk tunggal (seorang lelaki atau seorang perempuan), ini menegaskan ulang bahwa pernikahan Kristen yang sah adalah satu suami untuk satu istri (monogami), bukan satu suami banyak istri atau sebaliknya (poligami). Hubungan suami istri yang tidak selalu harmonis sering memicu konflik sehingga timbul kerenggangan hubungan. Paulus menyarankan janganlah saling menjauhi, kecuali sepakat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui doa, dan selanjutnya bisa hidup bersama kembali (ayat 5). Jangankan dalam berumah tangga, dalam berpacaran pun terkadang timbul konflik, saling menjauhi, ditengah jalan bisa saja muncul orang ketiga yang memberi perhatian. Kalau dalam berpacaran masih ada kesempatan memilih dan mempertimbangkan hubungan. Tapi kalau sudah berumah tangga muncul orang ketiga, bisa jatuh ke dalam dosa perselingkuhan dan berujung perceraian. Tidak menikah, dalam bahasa formal selibat, bahasa gaulnya menjomblo seumur hidup, baik dilakukan jika demi tujuan fokus melayani Tuhan, seperti yang dilakukan Paulus (ayat 7), juga oleh pastor dan suster dalam gereja Katolik.
Pengajaran Paulus ini selain memberi pemahaman yang benar tentang perkawinan, juga sekaligus menentang banyaknya pengajaran yang salah yang masuk ke dalam kehidupan jemaat Kristen Korintus yang dibawa oleh berbagai kelompok. Kelompok Yahudi memang sangat memuliakan pernikahan, tetapi lebih meninggikan hak-hak pria ketimbang wanita yang hanya dianggap sebagai barang kepunyaaan laki-laki. Itu sebabnya di ayat 3-4 Paulus mengajarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kelompok Esenni adalah kaum petapa yang mengasingkan diri dari masyarakat dan menetap di gua-gua atau daerah terpencil dan menjauhi diri dari semua urusan duniawi termasuk tidak kawin. Kalau semua orang tidak kawin, tidak ada reproduksi dan regenerasi, siapa manusia yang akan meneruskan kehidupan di dunia. Perkawinan monogami yang diajarkan Paulus juga sekaligus menentang Kaum libertinis (penganut paham kebebasan) yang menganggap bahwa kemerdekaan manusia adalah kebebasan berbuat apa saja sehingga dampaknya mereka mengganggap seks bebas adalah sebuah bentuk kemerdekaan dari berbagai aturan budaya maupun aturan agama. Tapi secara Alkitabiah, seks bebas bukanlah sebuah kemerdekaan justru sebuah perbudakan nafsu dan dosa. Kebebasan Kristen adalah kebebasan yang bertanggung jawab dan yang memuliakan Tuhan.
Pernikahan adalah berkat Tuhan dalam rangka meneruskan karya penciptaan dan keselamatan. Meneruskan karya penciptaan melalui proses biologi reproduksi (hubungan seksual) dan meneruskan karya keselamatan melalui proses teologis berumah tangga yang setia beribadah kepada Tuhan dalam menjalankan tritugas gereja (Bersekutu, Bersaksi dan Melayani). Selain berkat, pernikahan juga adalah benteng perlindungan Tuhan bagi kita dari dosa percabulan dan perzinahan.
III. APLIKASI
Di sebuah proyek pembangunan gedung gereja, ada tiga tukang yang bekerja. Lalu datanglah seorang anak muda menghampiri dan bertanya kepada mereka satu persatu. Kepada tukang yang pertama dia bertanya “Apa yang sedang bapak kerjakan? Jawab Tukang yang pertama aku sedang mengaduk semen”. Lalu anak muda itu bertanya pertanyaan yang sama kepada tukang kedua, jawabnya “aku sedang mencari nafkah untuk keluargaku. Lalu ia bertanya kepada tukang ketiga, jawab tukang ketiga tersebut aku sedang membangun rumah Tuhan”. Pertanyaan yang sama pada saaat yang sama kepada orang yang mengerjakan pekerjaan yang sama tapi menghasilkan jawaban yang berbeda. Persoalan disini adalah tentang sudut pandang (point of view) atau soal motivasi hati.
Demikian juga dengan menikah atau menjomblo, menikah bisa benar bisa juga salah, demikian juga jomblo. Tergantung sudut pandang atau motivasi anda menikah atau menjomblo. Kalau anda menikah hanya didorong oleh nafsu seksual semata, maka anda menikah dengan alasan yang salah, sekalipun dengan orang yang tepat. Kalau anda jomblo karena takut memikul tanggung jawab sebagai suami-istri atau sebagai orangtua, anda menjomblo dengan alasan yang salah. Fenomena di Eropa adalah banyak orang muda menikah tapi malas mengurus anak sehingga mereka membuang rasa sepi tanpa anak dengan memelihara anjing saja. Di kota kota besar juga ada fenomena muda-mudi yang sudah mapan secara ekonomi tetap menjomblo secara status tapi berzinah secara pergaulan, ada yang memuaskan kebutuhan seksualnya dengan pergi ke lokalisasi atau klub-klub malam. Sebagian lagi menjalin hubungan tanpa status pernikahan. Ada juga yang menjomblo karena mentapkan kriteria yang terlalu tinggi untuk pasangan hidupnya yang dia sendiri mungkin tidak memiliki kriteria tersebut (Karo: milih- milihisa). Ada juga yang menjomblo karena trauma berpacaran, trauma melihat pertengkaran orangtua. Kalau alasan trauma sebaiknya cari tempat konseling untuk mendapatkan penyembuhan dan pemulihan.
GBKP sebagai pewaris ajaran Calvin bertitik tolak dari doktrin Gloria Dei yaitu bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan nama-Nya. Implikasi-etisnya bagi kita adalah Soli Deo Gloria, yaitu bahwa apapun yang kita kerjakan, kerjakanlah itu untuk kemuliaan Tuhan. Doktrin ini pun didasarkan dari pengajaran Rasul Paulus yang masih serangkaian dengan pembahasan soal menikah atau jomblo dalam 1 Korintus 10:31 “Jika engkau makan atau engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain (apapun, termasuk menikah atau menjomblo), lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”. Jikalau menikah menikahlah untuk memuliakan Tuhan, siap untuk menikah dengan kesetiaan tanpa perselingkuhan dan perceraian, setia sampai kematian memisahkan. Siap untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak anaknya, yang mengajarkan anak-anaknya takut akan Tuhan. Siap bekerja keras secara ekonomi demi kebutuhan keluarga, siap berkonflik suami-istri dan harus siap juga untuk saling mengampuni demi keutuhan keluarga. Kalau memilih menjomblo alasan terbaik adalah untuk bisa fokus melayani Tuhan tanpa dipusingkan soal-soal kebutuhan keluarga. Tidak ada alasan lain yang dalam Alkitab yang membernarkan menjomblo selain demi fokus melayani Tuhan. Bukan dihitung dosa juga kalau menjombo tanpa melayani Tuhan. Bukan berarti juga kalau menikah tidak bisa melayani Tuhan, ada yang justru dengan menikah semakin melipatgandakan pelayanannya kepada Tuhan karena suami-istri bahkan anak-anaknya pun terlibat dalam pelayanan gereja sejak dini. Intinya menikah atau menjomblo, itu adalah pilihan, sama halnya hidup melayani Tuhan atau melayani ambisi pribadi juga adalah pilihan. Menjomblo atau menikah, tetaplah muliakan dan melayani Tuhan.
Hindari lingkaran setan, mulai dari “hawa nafsu mendatangkan kebodohan → meningkatkan jumlah pernikahan dini → meningkatkan potensi kemiskinan → meningkatkan usia putus sekolah → kebodohan → pernikahan dini → begitu seterusnya. Dampak di masyarakat adalah meningkatnya kriminalitas.
IV. TEKAD / KOMITMEN
Jika seandainya besok anda akan menikah, apa yang menjadi tekad atau komitmen anda hari ini?
V. USULAN LAGU
- S’mua Baik
- Allah Peduli
- Cinta Sejati
Pdt. Joseph Sianturi, S. Th