Khotbah 17 Febuari 2020

Jalankanlah Undang-undang dengan Iman

Markus 7:1-8

Perintah Allah dan adat istiadat Yahudi

7:1 Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. 7:2 Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. 7:3 Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; 7:4 dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. 7:5 Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?” 7:6 Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 7:7 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. 7:8 Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”

Perlu disadari bahwa manusia adalah sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini, selalu berinteraksi dengan keluarga, lingkungan, pekerjaan, suku, dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya dimana ia dilahirkan, dan budaya religi turun-temurun dimana suku dan bangsa itu memiliki tradisi nenek-moyang yang kuat. Namun perlu kita lihat bahwa hakikat manusia secara utuh yakni: Pertama, sebagai ciptaan segambar  dengan Allah, maka manusia adalah mahluk agama, yaitu berelasi dengan Allah. Ini membedakan manusia dengan ciptaan lainnya yang tidak “beragama”. Dalam relasi inilah persekutuan manusia dan Penciptanya dibangun.  Kedua, sebagai ciptaan manusia juga diberi kemampuan untuk beranak cucu, artinya menjadi mahluk sosial yang berkemampuan bersosialisasi. Jelas, manusia yang bersosialisasi hidup dalam sebuah tata tertib kehidupan bersama. Sebagai makhluk sosial yang berkembang biak, beraturan, manusia disebut mahluk budaya. Jadi budaya adalah anugerah dari Allah.

Orang Farisi dan ahli Taurat menyalahkan murid-murid karena tidak membasuh tangan sebelum makan. Itu adalah najis dan pantas dihukum. Tapi Yesus mengkritik dengan tajam bahwa tindakan mereka justru lebih memalukan. Biaya masa tua yang seharus diperuntukkan bagi orang tua, dijadikan persembahan. Mereka mengira dengan mengalihkan dana hak orang tua menjadi persembahan mereka dapat menyenangkan hati Allah. Ternyata mereka keliru,  justru telah melanggar inti hukum Taurat karena Tuhan telah memerintahkan mereka untuk menghormati orang tua. Karena itulah Yesus dengan lantang menyebut mereka “orang-orang munafik”. Kata Yesus, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia” (ay. 8-9). Dengan “membela” murid-murid-Nya, apakah Yesus  tidak menghargai adat istiadat? Tentu saja tidak. Persoalannya adalah  bukan pada soal Yesus menghargai atau tidak menghargai adat istiadat. Tetapi Yesus mau menunjukan dua hal yang perlu disikapi secara berbeda. Adat seharusnya menjadi wadah pelaksanaan firman dan hukum-hukum Allah, dan adat tidak dapat disederajatkan dengan Firman Allah. Adat bisa berubah dan hilang, tetapi firman Allah kekal selama-lamanya. Sikap orang Farisi yang salah adalah mereka mau semua aturan-aturan dalam adat istiadat yang telah ditetapkan harus di- laksanakan dan tidak boleh dilanggar, tetapi mereka tidak mau mendengarkan apalagi melakukan kebenaran Firman Tuhan.

Budaya, atau adat istiadat tidak pernah salah pada dirinya, yang salah adalah nilai yang ditaruh di dalamnya. Sama seperti pisau bukanlah benda yang berbahaya, karena tergantung pemakaiannya. Para nabi, Yesus, rasul, semua hidup dalam adat istiadat. Yesus Krsitus menjadi undangan dan hadir di perkawinan di Kana. Minum anggur menjadi adat istiadat Yahudi, maka jika kehabisan itu akan jadi aib. Tuhan Yesus mengerti adat itu dan memfasilitasinya, membuat air menjadi anggur. Renungan: Lalu bagaimana selayaknya umat kristen bersikap? Bagi mereka yang takut akan Allah, rasanya semua tindakan kita dalam menerima adat-istiadat perlu berorientasi pada Firman Tuhan, sehingga menghasilkan empat pertimbangan, adat-istiadat: (1) alat memuji dan memuliakan Allah; (2) Tidak menyembah berhala; (3) Mencerminkan kekudusan Allah; dan (4) Mengasihi manusia dan mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan menjadi hal yang utama. (MG).