Renungan Minggu 2 Juli 2023

“Yesus Memperbaharui Budaya”

Efesus 2:11-18

Dipersatukan di dalam Kristus

2:11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu–sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, — 2:12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. 2:13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. 2:14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, 2:15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, 2:16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. 2:17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, 2:18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.

Manusia diciptakan untuk mengabdi dan memuliakan Allah. Seluruh nilai, tindakan, pemikiran, mesti di-compare kembali kepada kehendak Allah. Dengan demikian, setiap tindakan  mencerminkan kasih  dan itulah yang menjadi dasar budaya hidup kita. Dengan demakin semakin tinggi budaya seseorang,maka  semakin tinggi juga rasa kebergantungan pada orang lain. Semakin tinggi rasa kebergantungan pada orang lain, maka  semakin kuat juga hidup untuk saling menghargai.   Itulah hidup tatanan berbudaya yang harus terus mengalami pembaruan, sebab terus berproses sejalan dengan kemajuan jaman, tetapi harus  berpacu dalam landasan perpadanan dan sehakekat dengan kehendak Allah. (Invocasio).

Dalam Efesus ini Paulus memberi pemahaman pada rekonsiliasi orang Yahudi dan non-Yahudi,   yakni misi untuk mendamaikan umat manusia   dari dosa dan kematian menuju kehidupan. Pokok persoalan perseteruan keduanya adalah masalah aturan tentang sunat.  Kehidupan jemaat digambarkan dalam situasi orang-orang non-Yahudi, sebagai orang yang terpisah atau masih jauh dari Kristus, dan tidak termasuk dalam kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan yang dijanjikan karena mereka belum bersunat.  Sebenarnya rekonsiliasi dan penyatuan ini hanya dapat terjadi oleh karena darah Kristus yang telah tertumpah di kayu salib.  Orang-orang non-Yahudi setelah menerima dan percaya kepada Kristus  tidak ada lagi tembok pemisah antara sesamanya, sebab Kristus telah mempersatukan mereka.  Kristuslah yang membuat kedua belah pihak beroleh jalan  perdamaian sehingga dapat mengakhiri pengkotak-kotakan dalam masyarakat, sebab semuanya menjadi kawan sekerja dan telah menjadi anggota keluarga Allah. Kristuslah dasar dari bangunan kehidupan orang-orang yang telah menerima-Nya. Kristus telah merobohkan tembok pemisah diantara mereka, yaitu Hukum Taurat dan segala ketentuannya sudah dimusnahkan dalam diri Kristus, sehingga kedua belah pihak telah didamaikan   dan dipersatukan dalam satu tubuh.  Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus. Di dalam Dia dua belah pihak turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah, yakni di dalam Roh.  Hal ini menjelaskan bahwa kita, anggota gereja, sebagai Bait Allah yang kudus memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga kekudusan dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat supaya   tidak bercacat di hadapan-Nya.   Secara pribadi, kita juga menjaga kekudusan diri, sebab kita adalah tempat kediaman Allah di dalam Roh. Dengan demikian segala sesuatu yang mencederai  persekutuan dalam Tuhan harus selalu dihilangkan.

Melalui minggu budaya ini, kita ikut dipanggil untuk membangun dan memelihara persatuan,  dan  persaudaraan dengan sesama, baik dalam keluarga, maupun dalam masyarakat. Sebagaimana Allah  telah menerima kita, maka kita pun harus menerima sesama dengan segala identitasnya.  Allah menerima kita tanpa pernah membeda-bedakan, maka kita pun seharusnya menerima sesama tanpa pandang bulu.  Sebagai makhluk berbudaya, kita harus menjalin relasi yang baik dengan semua orang, termasuk yang bukan kristen, namun harus tetap dengan kristis dan kreatif agar tidak dicemari oleh budaya sinkritisme. (Bacaan). Kemenangan dan kebangkitas Kristus, telah melepaskan manusia dari berbagai ikatan termasuk ikatan budaya yang seringkali membelenggu manusia untuk hidup sebagai manusia merdeka, karena itu Kristus datang bukan untuk meniadakan budaya   namun  untuk memerbarui kebudayaan. (Tema). Renungan:     Budaya yang lahir dari pewahyuan Tuhan tidak pernah luntur, sebab  Ayub 42:2, aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. (MG).

Warta Jemaat dapat didownload di sini