Renungan dan Ibadah Minggu, 21 November 2021

“Ngerti Gendekna Ukur Manusia”

Terj: “Memahami Singkatnya Umur Manusia”

Mazmur 90: 1 – 12
Allah, tempat perlindungan yang kekal

90:1 Doa Musa, abdi Allah. Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun.
90:2 Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.
90:3 Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: “Kembalilah, hai anak-anak manusia!”
90:4 Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.
90:5 Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh,
90:6 di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.
90:7 Sungguh, kami habis lenyap karena murka-Mu, dan karena kehangatan amarah-Mu kami terkejut.
90:8 Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu.
90:9 Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh.
90:10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
90:11 Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu?
90:12 Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.

Pepatah Tionghoa Kuno: satu inchi waktu sama nilainya dengan satu inchi emas tetapi satu inchi emas tidak dapat menggantikan satu inchi waktu”. Waktu adalah sesuatu yang tidak kelihatan tetapi begitu berjalan dengan nyata. Kita semua sedang menjelajah di dalam sejarah dengan memakai waktu yang Tuhan anugerahkan bagi kita. Kesadaran inilah yang akan membuat manusia mampu menghargai dan bersyukur atas setiap tarikan napas yang masih Tuhan karuniakan. Ungkapan syukur yang diwujudkan dengan usaha, yakni membuat hidup menjadi berarti, bermakna, dan berdampak bagi orang lain. Jadi, yang penting bukanlah panjang pendeknya umur, tetapi bagaimana hidup ini dapat menjadi berkat bagi sesama.

Mazmur ini bercerita bagaimana kita bisa melihat dan menyadari fakta bahwa hidup ini, dengan segala kemuliaannya, adalah cuma debu. Pemazmur mengajak kita merenungkan mortalitas, dan tidak langsung kebagian yang menyenangkan. Kritikan sering ditujukan pada lagu-lagu kontemporer zaman sekarang karena langsung kepada bagian-bagian yang menyenangkan, tidak ada bagian-bagian yang mengerikan, yakni kematian (Invocasio). Mengapa ada bagusnya kita memikirkan semua yang tidak enak? Jawabannya di ayt 12, Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sehingga kami beroleh hati yang bijaksana. Pemazmur mengatakan bahwa hidup yang bijaksana justru muncul jika kita dapat memperhitungkan kematian yang akan datang. Kalau kematian itu sesuatu yang pasti akan datang, maka kehidupan yang baik dimulai jika kita memikirkan akhir daripada hidup itu sendiri.

Pemazmur merenungkan, pada satu sisi adalah kesementaraan, namun pada sisi lain adalah kekekalan. Ungkapan debu dan rumput menggambarkan keadaan manusia yang fana dengan sang pencipta. (Tema) Itulah sebabnya pemasmur memohon agar diberikan kesadaran akan kefanaan sebagai manusia sehingga memiliki hati yang cerdas dalam menjalani kehidupan yang taat yakni mengandalkan kuasa serta kehendak Allah. Pemazmur mau memberitahukan kepada kita, bahwa waktu melihat pada kesementaraan hidup, itu bukan sesuatu yang harus dilihat secara negatif, justru membuat kita lebih mengerti apa yang namanya hidup. Itu sebabnya kita mau belajar kalau kematian adalah sesuatu yang pasti akan datang, dan kita tidak bisa hidup tanpa memikirkan apa itu kematian, sebab kehidupan yang bijaksana dimulai ketika kita merenungkan akhir dari hidup itu sendiri. Namun bersyukur kepada Allah, karena Tuhan Yesus telah menaklukkan kuasa kematian sehingga setiap orang yang percaya, akan mendapatkan kehidupan dan kemenangan kekal. (Bacaan).

Tuhan menghendaki agar anak-anakNya memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Hati yang bijaksana merupakan hasil dari kualitas waktu yang dijalani dan tidak hanya diukur berdasarkan kesibukan dan produktivitas, tetapi dengan bepikir dan bertindak secara bijak. Maka jangan berhenti pada masa lalu, sebab kehidupan berjalan terus, dan jangan menunggu terhadap siapapun, hari- hari kehidupan kita bukan sekedar kegiatan bangun, tidur, makan, kerja, hiburan, olahraga dsb tetapi kesempatan untuk akrab dengan Tuhan, untuk mensyukuri kebaikanNya serta untuk mewujudnyatakan kehendakNya dalam hidup kita.
Renungan: Tetaplah berpegang teguh kepada kebenaran, maka siapapun tidak mampu mengguncang kita, sebab Tuhan yang kekal selalu menjadi tempat perlindungan bagi semua orang-orang benar secara turun temurun.

Pdt. Maslon Ginting

Warta Jemaat dapat diunduh pada link berikut: Momo 21 November 2021