Renungan dan Ibadah Minggu, 29 Agustus 2021

“Kasih Yang Membangun”

Galatia 5: 13 – 16

5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.
5:14 Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”
5:15 Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.

Hidup menurut daging atau Roh

5:16 Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.

5:13 Kerna kam o senina-seninangku, kam enggo ipilih Dibata gelah bebas. Tapi jagailah maka ola kebebasenndu e jadi alasen si erbahanca kam ikuasai perukurenndu secara manusia. Tapi berelah maka keleng ate njemba-njemba kam guna si sampat-sampaten.
5:14 Sabap kerina Undang-undang ipersada i bas sada pedah, e me, “Kelengilah temanndu manusia bagi kam ngkelengi dirindu.”
5:15 Tapi adi bagi rubia-rubia perbahanenndu, si karaten dingen si atahen kam, metengetlah; adi la kam metenget nandangi kernep me persadanndu e.

Kesah Si Badia ras manusia

16 Sura-surangku e me: Kesah Si Badia min si negu-negu kegeluhenndu maka ola iikutkenndu perukurenndu secara manusia.

Hidup di alam kemerdekaan memang dapat memberi banyak kenyamanan, apalagi di dalam dunia globalisasi dan teknologi saat ini. Setiap orang pasti mendambakan kebebasan, karena dengan hal ini, kita dapat diberi wadah dan kepuasan untuk menyalurkan daya cipta, rasa, dan karsa. Tetapi, “kebebasan” dapat berubah menjadi “kebablasan” apabila, dalam hubungan sosial tidak ada lagi wujud hidup saling menghormati dan saling menghargai. Kebebasan manusia adalah merupakan suatu potensi, tetapi akan menjadi “krisis” apabila tidak dibatasi oleh aturan dan tatanan nilai kebenaran. Puji syukur kepada Tuhan sebab Ia telah mengosongkan diriNya dan telah turun ke dunia mengambil rupa seorang manusia, sehingga melalui perdamaian itu, manusia kembali mendapatkan kebebasan sejati, yakni hidup dalam kebenaran.

Dalam suratnya, Paulus mengajarkan tentang kemerdekaan kristen, sebab penganut Yudaisme yang beranggapan bahwa pengajaran Paulus tentang kasih karunia sangat berbahaya. Mereka berpikir jika segala peraturan dan standar hidup yakni Hukum Taurat dihapuskan, jemaat akan jadi berantakan. Namun, Paulus menegaskan bahwa keselamatan ini bukan karena upaya melakukan seluruh aturan taurat tetapi karena anugerah dari Allah. (Invocasio) Orang yang hidup di dalam anugerah seharusnya memiliki komitmen yang tinggi dan bertanggungjawab kepada Allah melalui sikap hidupnya, bukan menjadi pemberontak. Merdeka adalah pengharapan bagi semua orang, sebab tidak ada lagi perbudakan. Pertanyaannya, apakah benar orang yang hidup di negara merdeka dapat merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya? Bagaimana sikap yang seharusnya diwujudkan sebagai seorang yang merdeka? Dosa-dosa diampuni, saat kita percaya kepada Yesus Kristus, dan ada kemungkinan kita jatuh ke dalam berbagai perbudakan lain. Jika tidak hati -hati, dapat diperbudak oleh berbagai ajaran tradisi dan filsafat manusia yang menyesatkan, seperti jemaat Galatia. Rasul Paulus menasehati mereka untuk tidak kembali ke dalam perbudakan, sebaliknya mempertahankan kemerdekaan dalam Kristus . Mengapa? Orang Kristen adalah orang yang merdeka, sebab, Yesus sudah mati di atas kayu salib, dan mengalami pengampunan dari Allah dan sudah dibebaskan dari tuntutan dan ancaman hukum Taurat.

Hal ini bukan berarti seseorang dapat berbuat sesuka hatinya untuk memenuhi segala keinginannya sendiri. Tidak! Kemerdekaan orang percaya bukanlah jalan untuk dapat berbuat dosa, melainkan kebebasan untuk tidak berbuat dosa lagi. (Bacaan). Kebebasan tanpa batas selalu mengakibatkan pelampiasan keinginan daging. Tetapi, Roh Kudus, pribadi Ilahi adalah mitra orang percaya yang memungkinkan kita untuk mengalahkan keinginan daging. Oleh karena itu, betapa perlunya hidup kita dikontrol atau dipimpin oleh Roh Kudus.

Mewujud-nyatakan iman dalam konteks sehari-hari, iman itu tidaklah kaku namun benar-benar dinamis, sebab bagi kita Roh Allah telah dicurahkan untuk bekerja dan berkarya dalam hidup kita. Melalui sikap dan perbuatan, bukanlah selalu berpedoman kepada aturan-aturan tertulis dengan kaku, tetapi terciptanya hubungan yang intim dengan Tuhan. Sebagaimana yang Tuhan Yesus katakan “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15: 5). Hubungan yang intim dan ‘tak terpisahkan seperti pohon dan rantingnya, inilah yang menggerakkan kita untuk menghasilkan buah, yakni saling membangun dan saling memperlengkapi. (Tema). Contohnya, ada atau tidak ada tulisan larangan membuang sampah, kita pasti tidak akan membuang sampah dengan sembarangan. Perilaku tidak membuang sampah sembarangan bukan karena ada aturan yang melarang tetapi karena kita tahu bahwa membuang sampah sembarangan bukanlah perilaku yang baik. Itulah sikap dan perilaku orang yang merdeka.
Renungan: kita harus merdeka di dalam kebenaran, karena kebenaran itulah yang memerdekakan kita. Sekarang dengan segenap hati marilah kita mentaati pengajaran, agar melalui minggu budaya ini, buah kasih dari Allah, akan memerdekakan kita bersama dari belenggu penjajahan dosa dan problema kehidupan.

Pdt. Maslon Ginting

Warta Jemaat dapat diunduh pada link berikut: Momo 29 Agustus 2021