“Bersorak dan Memuji Nama Tuhan”
Lukas 19:28-38
Yesus dielu-elukan di Yerusalem19:28 Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.
19:29 Ketika Ia telah dekat Betfage dan Betania, yang terletak di gunung yang bernama Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya
19:30 dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari.
19:31 Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya.”
19:32 Lalu pergilah mereka yang disuruh itu, dan mereka mendapati segala sesuatu seperti yang telah dikatakan Yesus.
19:33 Ketika mereka melepaskan keledai itu, berkatalah orang yang empunya keledai itu: “Mengapa kamu melepaskan keledai itu?”
19:34 Kata mereka: “Tuhan memerlukannya.”
19:35 Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya.
19:36 Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan.
19:37 Ketika Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat.
19:38 Kata mereka: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!”
Seorang profesor Inggris, Michael Trimble, yang mengajar neurologi meniliti misteri antara hubungan menangis dan air mata. Dalam bukunya yang berjudul “Why Humans Like to Cry”, mengatakan semua spesies dapat meneteskan air mata. Namun, manusia adalah satu-satunya spesies yang meneteskan air mata dan menangis saat menanggapi suatu keadaan emosional tertentu. Bagi Trimble, air mata tidak hanya berfungsi sebagai pelumas mata saja, tetapi juga sebagai simbol dalam berkomunikasi secara emosi. Bila manusia dapat menangis, demikian juga dengan Allah. Namun siapakah yang tahu akan kepedihan hati Yesus, saat melihat Yerusalem dari jauh. Yesus menangis bukanlah karena Ia takut, tetapi Yerusalem akan hancur dan hilangnya kesempatan bagi orang-orang Yahudi untuk diselamatkan. Yerusalem yang seharusnya menjadi kota benteng keselamatan, tetapi malahan menjadi benteng pembantaian bagi seluruh umat Allah.
Awal kisah perjalanan Yesus ke Yerusalem dengan kalimat: Dia berjalan mendahului”, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada sedikitpun keraguan dalam diri Yesus untuk menuju ke Yerusalem…mengapa? Karena Dia punya tujuan yang jelas, yaitu menyelamatkan manusia (menghadirkan harapan bagi dunia). Sekalipun untuk memasuki Yerusalem Yesus melihat ada kengerian di depan sana yang bahkan membuat diri-Nya ketakutan, namun Dia memutuskan untuk tetap percaya dan mengikuti kehendak Bapa-Nya. Yesus menunjukkan bahwa diri-Nya adalah sebagai Mesias Raja yang diurapi Tuhan, yakni dengan menunggang keledai persis seperti yang dinubuatkan Zakharia 9:9. (Invocasio). Saat Yesus menyuruh para murid-Nya untuk mengambil keledai yang akan ditunggangi-Nya, Dia hanya menyuruh mereka berkata kepada pemilik keledai itu, “Tuhan memerlukannya” (ay.31). Keledai di Palestina bukanlah binatang rendah, dan biasa ditunggangi dan dalam masa perang sajalah seorang Raja diperkenankan menunggang kuda, tetapi dalam masa damai atau tiada perang, Raja pun wajib menunggang keledai. Dalam dunia PL, keledai dikaitkan dengan simbol perdamaian. Selain itu keledai ini binatang yang sanggup membawa beban berat, sanggup berjalan sejauh 30 km sehari, dan mudah dijinakkan sehingga pemilihan Yesus terhadap keledai bukan dalam konotasi rendah namun menyampaikan pesan bahwa kedatangan-Nya sebagai Raja Damai bukan sebagai sosok militer yang akan berperang dan menaklukkan. Saat Yesus memasuki Yerusalem dan dielu-elukan banyak orang, mereka berseru-seru memuji Dia, dengan mengutip Maz 118:26, “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan” Yesus adalah Tuhan. Nama-Nya ada “di atas- segala nama” (Fil 2:9). Istilah Tuhan yang merupakan gelar yang disandang-Nya, mengacu pada kedaulatan-Nya yang tertinggi. Dia mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, jadi sama dengan manusia, merendahkan diri-Nya, taat sampai mati. Dia lewati kengerian dan ketakutan itu demi sebuah harapan. Harapan buat siapa? Harapan buat dunia ini agar hidup dalam kebenaran Allah.
Dengan keledai muda itu Yesus mau mengajak orang Yahudi pada saat itu mengubah cara pandangnya tentang seorang Raja, yakni Raja yang hadir untuk membawa damai, bukan sebaliknya. Mari, sekarang kita renungkan bersama: apakah yang bisa kita lakukan untuk menghadirkan damai sejahtera itu? Melalui minggu Palmarum ini mengingatkan kita, bahwa betapa besarnya kasih Tuhan akan dunia ini, Dia rela berkorban melewati kengerian itu untuk saya dan untuk kita semuanya demi sebuah harapan agar dunia menjadi lebih baik, yaitu hidup dalam kasih dan damai sejahtera. (Bacaan).
Renungan: Tapi apakah hal itu sudah cukup? Jelas tidak cukup. Ingat, tuan si empunya keledai, memberikan keledai yang ia punya kepada Yesus. Tanpa ada perdebatan, tanpa ada hitung-hitungan untung rugi. Oleh karena itu, mari kita ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan.
Pdt. Maslon Ginting
Warta Jemaat dapat diunduh pada link berikut: Momo 28 Maret 2021
Tema: “Ersurak Pujin Man Dibata”
Bacaan: Mazmur 31: 8 – 16
Khotbah: Lukas 19: 28 – 38
Pengkhotbah: Pdt. Maslon Ginting
Peliturgi: Dk. Juliati br. Ginting
Pembuka Ibadah & Pewarta: Pt. Iskandar Putra Ginting
Pemusik: Ruth Daniella br. Purba
Pemandu Lagu: Rika br. Tarigan & Evita br. Purba
Persembahan Pujian: Bobby Andreas Sembiring, Meirani br. Sembiring, Angel br. Tarigan, Arthur Tarigan, Jordan Ginting
Operator LCD: Pt. Sergius Ketaren
Tim Streaming: Adela br. Perangin angin, Prananta Sembiring, Arianta Sembiring, Martinus Bangun, Dio Tarigan, Jordan Ginting