PA Permata 29 September 2020

Manajemen Keuangan

Manajemen Keuangan: Mulailah Sejak Dini

Amsal 27: 23 – 24
27:23 Kenallah baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah kawanan hewanmu.
27:24 Karena harta benda tidaklah abadi. Apakah mahkota tetap turun-temurun?

27:23 Piaralah asuh-asuhenndu alu mehuli;
27:24 sabap kebayaken labo gelgel, sedangken bangsa pe labo tahan rasa lalap.

Agar PERMATA GBKP

  1. Mampu memahami konsep manajemen keuangan
  2. Mampu mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan

Metode: Diskusi dan Aksi

I. PENDAHULUAN

Banyak orang yang sering salah kaprah mengenai uang. Menurut pendapat orang yang demikian, uang/harta adalah sumber dari segala kejahatan. Padahal, ini tidak benar. Uang adalah alat. Uang adalah benda mati. Karena itu uang tidak punya kekuatan pada dirinya. Firman Tuhan dengan tegas menyebutkan cinta uanglah yang menjadi akar segala kejahatan (1 Tim. 6:10). Karena tidak memiliki pemahaman yang benar mengenai uang, banyak orang yang tidak bisa mengelola maupun mempergunakan uang dengan baik. Akibatnya, berapa banyakpun uang yang mereka dapatkan tidak pernah efektif meningkatkan kesejahterannya, apalagi berguna pula untuk kesejahteraan orang lain. Seringkali habis begitu-begitu saja tanpa disadari. Kesadaran seringkali baru muncul ketika “nasi sudah menjadi bubur”. Ternyata uang sudah habis, dan bahkan sudah terlilit hutang. Penyesalan selalu datang belakangan ketika situasi sudah sedemikian sulit. Renungan kita pada hari ini mengajak PERMATA GBKP untuk memiliki pemahaman yang benar mengenai uang dan karena itu akan mampu mengelola keuangan sejak dini untuk kebaikan dirinya dan juga orang lain.

II. ISI

Firman Tuhan melalui Amsal yang kita baca hari ini menyuruh kita untuk sungguh-sungguh mengenal sumber-sumber pendapatan dan aset-aset kita.
“Kenallah baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah kawanan hewanmu” (ayat 23). Ini berarti kita harus menjaga keberlangsungan sumber – sumber pendapatan kita. Dari manakah sumber-sumber pendapatan kita pada saat ini? Bisa dari pekerjaan kita (bagi yang sudah bekerja) dan bisa pula dari keluarga/orang tua kita (bagi yang masih ditopang oleh keluarga/orang tua). Karena itu kita perlu sungguh-sungguh mencintai pekerjaan dan keluarga kita. Ungkapan “kenallah baik – baik keadaan…” bermakna sadarilah dan cintailah dengan sepenuh hati.

Mengapa kita perlu mencintai pekerjaan dan keluarga dengan sepenuh hati? Karena keduanya tidak kekal. Keduanya terbatas. Akan ada saatnya kita harus berpisah dengan pekerjaan dan keluarga kita. Suatu saat kita pasti pensiun dari pekerjaan kita. Orang tua dan keluarga kita bisa saja lebih dahulu menghadap kepada Tuhan daripada diri kita. Harta benda warisan orang tua / keluarga tentulah sangat terbatas. “Karena harta benda tidaklah abadi. Apakah mahkota tetap turun – temurun?” (ayat 24). Untuk itu kita perlu mengelola sumber daya yang ada pada kita secara mandiri, termasuk juga keuangan kita. Jika bijaksana mengelola keuangan maka apabila suatu saat terjadi keadaan yang buruk maka akan ada persediaan yang cukup untuk melanjutkan kehidupan: “…cukup susu kambing untuk makananmu dan makanan keluargamu…” (ayat 27).

Ini berarti harus ada pengelolaan keuangan yang baik kalau kita ingin memperoleh kesejahteraan material dan spiritual. Ini juga berarti kalau kita mendapatkan/memiliki uang tidak seharusnya langsung difoya – foyakan/dihabiskan. Kita tentu sangat mengingat kisah “anak yang hilang” (Luk. 15:11-32). Untuk itu kita perlu mandiri dan bijak dalam mengelola uang kita.

Sebagian uang yang kita peroleh memang patut kita belanjakan untuk mencukupi kebutuhan hidup kita namun wajib juga ada bahagian yang kita sisihkan sebagai persembahan kepada Tuhan dan untuk mengasihi orang lain, sebahagian lagi kita sisihkan sebagai pertahanan untuk menghadapi masa-masa yang sulit serta sebahagian lagi untuk meningkatkan kesejahteraan kita dengan berinvestasi.

Dalam perspektif manajemen keuangan, menyisihkan penghasilan untuk Tuhan, dana darurat, dan dana investasi mestilah lebih dulu dilakukan sebelum menggunakannya untuk belanja. Inilah prinsip manajemen keuangan yang paling mendasar. Jadi jangan menganggap bahwa uang hanya urusan duniawi. Uang adalah batu uji iman yang paling sahih. Uang adalah urusan sorgawi. Bagaimana prinsip dan cara kita dalam mendapatkan uang/harta dan bagaimana kita mempergunakan uang/harta yang kita peroleh, adalah petunjuk apakah kita manusia duniawi atau manusia sorgawi. Apakah kita berprinsip uang yang kita dapatkan merupakan anugerah Allah atau hasil kepintaran kita semata? Apakah cara kita mendapatkan uang dengan kerja keras-cerdas ataukah menghalalkan segala cara? Apakah kita menggunakan uang yang kita peroleh semata mata untuk kepentingan kita saja ataukah juga untuk Tuhan dan orang lain? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi petunjuk apakah kita manusia duniawi atau manusia sorgawi.

Karena itu jangan alergi mengurus/mengelola uang. Jadilah orang yang bisa dipercaya dalam mengelola uang. Dengan optimal mengelola uang maka kita pun akan dapat mengasihi Tuhan dan sesama dengan optimal pula. Permuliakanlah Tuhan melalui kemampuan pengelolaan keuangan kita. Hal yang perlu selalu dipastikan adalah bahwa: kitalah yang mengatur uang dan bukan sebaliknya.

III. APLIKASI

Kita sangat perlu meneladani Mark Zuckerberg pendiri Facebook. Pada di usia yang masih sangat muda bisa membangun Facebook dengan modal yang sangat kecil sampai terus bertumbuh menjadi perusahaan yang nilainya mencapai Rp 7.000 triliun pada saat ini. Mark sendiri memiliki kekayaan Rp 1.000 triliun dan dikenal sebagai salah satu filantropis (dermawan) terkemuka di dunia. Sampai tahun 2018 diperkirakan Mark sudah menyumbang sekitar Rp 700 triliun melalui lembaga Chan Zuckerberg Initiative (CZI) yang dikelolanya bersama isterinya Priscilla Chan. Mengapa Mark dan isterinya bisa melakukan hal itu ? Karena mereka sejak kecil memiliki gaya hidup yang sederhana dan tetap mempertahankannya sekalipun mereka sudah menjadi trillioner. Selain itu mereka juga selalu fokus memberi manfaat bagi orang lain. Prinsip ini berlaku baik dalam kegiatan bisnis maupun kegiatan filantropis yang mereka geluti. Semua kualifikasi itu diperlengkapi dengan kemampuan manajemen keuangan yang baik. Sejak kecil mereka terbiasa menyisihkan uang yang mereka terima untuk sebahagian ditabungkan dan sebahagian lagi dibelanjakan. Maksimum yang dibelanjakan sebanyak 50% dari total uang yang didapat.

Sebagai orang Kristen dan khususnya PERMATA GBKP, kita perlu memiliki kemampuan manajemen keuangan yang baik sehingga hidup kita juga berkecukupan dan bahkan dapat menjadi berkat bagi orang lain. Ini bukan soal besar kecilnya uang yang kita dapat tetapi sejauh mana kita disiplin mengelola keuangan kita. Sebagai PERMATA, paling tidak ada 3 (tiga) perhitungan yang perlu kita lakukan dengan konsisten atas uang yang kita dapatkan:

  1. Minimal 10% sisihkan langsung untuk persepuluhan.
  2. Minimal 10% sisihkan langsung untuk dana darurat (tabungan atau deposito yang tidak akan ditarik/dicairkan kecuali dalam keadaan yang sangat amat terpaksa).
  3. Minimal 10% sisihkan langsung untuk investasi (tabungan, deposito, obligasi, tanah-bangunan, saham, usaha).
  4. Maksimal 50% untuk dibelanjakan/dikonsumsi.

Seperti Mark Zuckerberg, kita juga perlu hidup sederhana. Artinya kita perlu hidup di bawah standar yang sebenarnya kita mampu. Artinya kalau pun sebenarnya penghasilan kita misalnya Rp 1 juta tetapi gaya hidup kita lebih baik seperti orang yang berpenghasilan Rp 500 ribu. Namun kalau kita menerapkan gaya hidup sebaliknya, kita akan lebih besar pasak daripada tiang”. Hal itu akan membuat kita tenggelam dalam jeratan hutang serta cenderung melakukan korupsi. Berhutang hanya baik apabila memang sesuai dengan kebutuhan kita dan jumlahnya tidak lebih dari 40% total asset/harta kita serta tentu saja dengan bunga pinjaman yang wajar. Jauhkanlah diri kita dari praktek rentenir, baik sebagai pelaku maupun korban. Kiranya sebagai PRRMATA GBKP sejak dini kita bisa mengelola keuangan kita sehingga hidup kita cukup dan dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain. Di sanalah sukacita dan akan menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan.

IV. DISKUSI DAN AKSI

  1. Diskusi: apakah selama ini anda juga berpendapat bahwa “uang adalah akar dari segala kejahatan”? Kalau iya, apakah pendapat anda berubah setelah membaca 1 Timotius 6:10 dengan lebih berhati-hati?
  2. Aksi: sediakanlah kertas dan alat tulis. Buatlah perhitungan berapa banyak rata-rata uang masuk dan uang keluar anda dalam 3 (tiga) bulan terakhir. Apakah sudah ada 10% dari rata-rata uang masuk itu anda tabungkan baik di celengan, CU, atau Bank setiap bulan? Kalau sudah lebih banyak dari 10% cobalah untuk memperbesar persentasenya di waktu-waktu mendatang minimal 5% lebih banyak lagi dari besaran yang sudah bisa dicapai pada saat ini. Kalau belum ada 10% atau sama sekali belum ada, cobalah menjadi anggota CU atau membuka rekening tabungan di Bank, rutinlah menabung minimal 10% setiap bulan.

V. USULAN LAGU

  1. KEE No. 262 – Doni Enda Seh Ulina
  2. KJ No. 393 – Tuhan Betapa banyaknya
  3. “Si Suan Menda Mbako”

Pdt. Bumaman Teodeki Tarigan