Tuhanlah Menumbuhkan Benih yang Ditanam
Yesaya 30: 23 – 24
30:23 Lalu TUHAN akan memberi hujan bagi benih yang baru kamu taburkan di ladangmu, dan dari hasil tanah itu kamu akan makan roti yang lezat dan berlimpah-limpah. Pada waktu itu ternakmu akan makan rumput di padang rumput yang luas;
30:24 sapi-sapi dan keledai-keledai yang mengerjakan tanah akan memakan makanan campuran yang sedap, yang sudah ditampi dan diayak.
Manakah yang lebih diberkati, si penabur benih atau si pemakan roti? Sudah jelas si penabur benih. Alasannya, setelah dia memakan roti, dia masih memiliki sesuatu yang dapat dia tabur. Sedangkan si pemakan roti, semuanya dia makan, tidak tersisa sedikit pun untuk ditabur. Orang yang berkelimpahan tidak selalu orang yang memiliki banyak harta, melainkan orang yang masih dapat menabur. Jika ada seorang kaya memberikan akses untuk menikmati semua hartanya, kira-kira apakah kita masih takut atau kuatir saat memberi dan berbagi? Tentu saja tidak. Malah, kita akan menabur lebih banyak dari biasanya. Sama halnya jika kita menyadari bahwa uang yang kita miliki itu adalah milik Tuhan, kita tidak akan pernah takut dan kuatir kehabisan uang pada saat kita menabur.
Firman Tuhan: Dialah yang menyediakan benih bagi kita dan melipatgandakannya. Tuhan yang kita sembah adalah Sang sumber berkat. Dia ingin kita menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Kata “benih” berasal dari bahasa Ibrani ‘zara’ dapat diartikan bibit, mengandung, menabur, untuk dituai, untuk menghasilkan benih lagi. Artinya dari benih yang dituai akan menghasilkan benih baru lagi. Jadi, ketika kita menabur, maka pasti akan menuai. Yang luar biasa, benih tersebut akan menghasilkan lebih banyak benih lagi. Perhatikan apa yang difirmankan Tuhan, “… dan dari hasil tanah itu kamu akan makan roti yang lezat dan berlimpahlimpah.” Dengan kenyataan ini, kita harus memerhatikan apa yang difirmankan-Nya bahwa Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya (Gal. 6:7). Dalam teks lain dikatakan bahwa Allah tidak bisa diolok-olok. Banyak manusia hari ini yang mengolok-olok Tuhan dengan perbuatannya, dan mereka berpikir bahwa Tuhan tidak berdaya dan bertindak atas mereka, sebab Tuhan dianggap tidak ada (2Ptr. 3:1-7). Suatu hari mereka akan menuai apa yang mereka telah tabur. Saat memberi atau menabur, pada dasarnya kita sedang memercayakan kehidupan dan masa depan kepada pemeliharaan Tuhan. Di dalam PB kata menabur atau memberi tidak lagi dilakukan dengan tujuan menghindari binatang pelahap atau sebagai upaya agar Tuhan mencurahkan kebaikan-Nya ataupun mengabulkan doa, melainkan sebagai bentuk berserah dan percaya kepada Tuhan atas pemeliharaan-Nya dalam perjalanan sepanjamg hidup kita.
Tuhan bukan hanya menghendaki menjadi berkat, Dia juga ingin memberkati kita. Ada beberapa buah-buahan yang biasanya dimakan beserta dengan bijinya, yang adalah benih. Misalnya strawberry. Tahukah Anda dari satu buah strawberry kita bisa menghasilkan puluhan pohon strawberry? Namun hal tersebut baru bisa terjadi jika menyisihkan benihnya, menabur, dan menanamnya. Ketika Tuhan memberikan kepada kita segala yang baik (Yakobus 1:17), tahukah kita bahwa di dalam pemberian tersebut terdapat benih dan roti? Jika mengharapkan tuaian, kita perlu menyisihkan sebagian dari yang didapatkan untuk dijadikan benih. Alkitab mengajarkan bahwa menabur tidak akan membuat orang kekurangan, justru itu adalah awal untuk mengalami hidup yang berkelimpahan, dan justru dalam setiap berkat yang diberikannya, ada bagian yang untuk dimakan (roti) dan ada pula bagian yang harus kita tabur, yaitu benih.
Renungan: Bila kita menghabiskan seluruh berkat yang Tuhan berikan, kita tidak akan memiliki benih untuk ditabur, sehingga kita tidak dapat menuai buah dari berkat yang dimiliki. Apakah bunga atau ilalang yang tumbuh besok lusa, tergantung benih yang kita tanam pada hari ini. Taburlah kasih, Tuhan akan melipatgandakannya.
Pdt. Maslon Ginting
Warta Jemaat dapat diunduh pada link berikut: Momo 20 September 2020