Bahan Sermon PJJ 8-14 Maret 2020

Tema: Perukuren Simbaru
2 Kor 5:16-19

5:16 Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian. 5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. 5:18 Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. 5:19 Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.

Oleh karena dosa maka hidup dan sifat manusia yang mengakar adalah selalu ingin berseteru, dan tidak mau menanggalkan paradigma hidup serta cara hidup yang lama yang sudah usang dan berkarat, sehingga selalu menolak perdamaian terutama berdamai dengan Tuhan. Padahal kita tidak tau bahwa akhir dari setiap perseteruan adah kehancuran, kegelapan dan kematian. Tuhan tidak rela manusia yang dicipta-Nya hidup dalam  kesia-siaan maka perseteruan antara Tuhan dan manusia harus dihentikan. Perdamaian itu dikerjakan oleh Allah dalam dalam kehidupan Yesus  ( kelahiran, pekerjaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya serta pemerintahan-Nya sepanjang masa). (Ayt 16).

Paulus sendiri adalah sebagai bukti bagi jemaat  menjadi contoh utama orang yang menggugat kebenaran “jalan keselamatan” dalam Yesus sebelum dia bertobat. Pada waktu masih Saulus:  ia menilai Yesus Kristus itu  menurut ukuran manusia, dan para pengikutNya dinilai sebagai orang-orang yang sesat. Alasan adalah paradigma kebenaran yang dianutnya hanya berdasarkan hukum Yahudi di zamannya, sehingga Yesus dianggap seperti manusia “gila”, pelanggar hukum-hukum Allah dan yang mengajak orang Yahudi hidup dalam kesesatan. Dia tidak mampu menangkap  pemahaman baru tentang isi PL dalam Yesus Kristus karena tetap mempertahankan manusia lama-nya. Barulah setelah peristiwa jalan ke Damaskus ia mampu berubah dan hidup menjadi paradigma baru dan namanya Paulus. Sejak pertemuanNya itulah ia tidak lagi menilai Yesus menurut ukuran manusia, tetapi menurut ukuran Tuhan, Jadi hidup dalam Yesus mengalami perdamaian dan menjadi manusia baru, Yahudi baru, dan pembela kebenaran Tuhan. Pengenalan itu mendorong Paulus menjadi seperti mata air yang tidak kering-kering mengalirkan berita keselamatan yang dialami kepada setiap orang dengan cara terus menerus untuk diberitakan serta memperkenalkan kasih Allah kepada setiap bangsa. (Ayt 17).

Paulus mengingatkan Jemaat Korintus agar menyadari posisi mereka di tengah-tengah kemajuan yang sedang bertumbuh. Hidup sebagai ciptaan baru, jangan lagi rusak oleh dosa-dosa dan kejahatan sebab kita adalah duta untuk memberitakan Injil yang berisi tentang kekuatan Allah yang mendamaikan dan yang menyelamatkan. Sehingga pemahaman tentang keselamatan tidak lagi diukur dari ukuran dunia berdasarkan amal-jasa dan perbuatan baik, melainkan hanya oleh karena iman, hanya oleh anugerah, dan hanya oleh karena Kristus. Dengan demikian perseteruan antara Tuhan dan dirinya sendiri, terhadap orang lain dihentikan  dan perdamaian ditegakkan.  Karena itulah Tuhan mempercayakan kepada Paulus kepada setiap pengikut Yesus, kepada orang percaya dipercayakan tugas pelayanan, dan pendamaian, sehingga Allah berfirman: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”(Mat  16:19).

Hal-hal yang menjadi Perenungan:

  1. Cara pandang tentang Allah dalam hidup kita, harus kepada cara yang baru yakni dimensi Allah yakni pelayan perdamaian dan pelayan pengampunan serta pelayan kasih Allah. Setiap persoalan, tantangan bahkan pergumulan selalu dihubungkan kepada kasih dan anugrah Tuhan, tidak lagi kepada hidup lama yang terarah kepada hukum dan dosa. Allah dalam cinta dan kasih datang menghentikan perseteruan supaya kita tetap hidup dalam terang kebenaran Firman Allah, sehingga hidup dan ciptaan baru menjadi jiwa dan warna hidup kita ditengah-tengah dunia ini.
  2. Hidup Saulus benar-benar dalam kekacauan, dalam persaingan, dalam kebencian sama seperti Raja Herodes pada waktu Yesus lahir. Tetapi setelah menjadi Paulus maka segalanya berubah ancaman menjadi pertemanan, kebencian menjadi perdamaian, hukum dan kekuasaan berubah menjadi cinta kasih dan pertumbuhan kesaksian. Hidup baru dalam Tuhan menjadikan cara pandang, pola hidup cara berpikir tidak lagi berpusat kepada ukuran diri dan kemanusiaan, bukan lagi kepada keuntungan pribadi tetapi kepada kemuliaan dan keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Benar-benar hidup dalam kesetiaan, keagungan Tuhan= Gereja masih dianggap sama seperti Bengkel, Rumah sakit atau Rumah makan.
  3. Kristus bukan hanya mengubah cara pandang kita terhadap diri sendiri, melainkan juga mengubah cara pandang kita terhadap orang lain dan seluruh ciptaanNya. Yesus sangat membenci orang yang hidup dalam kemunafikan, hidup dalam kepura-puraan. Paulus setelah berubah maka ia tidak pernah berhenti memberitakan injil tujuannya adalah memenangkan kerajaan Allah. Karena itu janganlah kekeristenan, iman dan pengharapan kita hanya diukur dari keuntungan dunia ini, maka kita akan menjadi manusia yang paling malang. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, dari segala manusia (I Kor 15: 19).

Pdt. Maslon Ginting